Depok — Dalam upaya memperkuat pemahaman terhadap substansi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Hukum Kementerian Hukum menyelenggarakan kegiatan Community of Practice (CoP) Sosialisasi KUHP bagi JF Penyuluh Hukum pada Kamis (26/6/2025). Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara BPSDM Hukum dan Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN).
Dalam sesi utama, Penyuluh Hukum Ahli Utama BPHN, Sofyan, memaparkan perjalanan panjang lahirnya KUHP baru serta perubahan fundamental yang dibawanya. Ia menekankan bahwa pembaruan ini merupakan tonggak penting dalam upaya dekolonisasi sistem hukum pidana nasional.
“Hukum pidana lama berbasis Wetboek van Strafrecht (WvS) sudah tidak relevan lagi karena bersumber dari hukum kolonial, tidak mencerminkan nilai-nilai Pancasila, dan belum mengakomodasi perkembangan seperti cybercrime atau pertanggungjawaban pidana korporasi,” ujar Sofyan.
Ia menjelaskan, pembentukan KUHP baru telah melewati proses panjang sejak 1958, dengan berbagai dinamika dan partisipasi publik yang luas. Setelah melalui tahapan penyempurnaan, KUHP akhirnya diundangkan sebagai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023.
KUHP yang baru, lanjut Sofyan, menawarkan pendekatan yang lebih manusiawi. “Penjara bukan lagi satu-satunya solusi. Kini ada pidana denda, kerja sosial, dan pengawasan, yang bertujuan memulihkan relasi sosial dan mengedepankan keadilan restoratif,” jelasnya.
Salah satu inovasi penting dalam KUHP baru adalah pengakuan terhadap hukum yang hidup di masyarakat. “KUHP baru mengakui living law, sejauh tidak bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, HAM, dan asas hukum umum,” ungkapnya.
Ia juga menyoroti kodifikasi terhadap berbagai isu aktual seperti penghinaan terhadap Presiden, tindak pidana digital, kesusilaan, serta pengaturan pidana korporasi. “Pasal-pasal seperti 218 hingga 220 yang mengatur penghinaan terhadap Presiden, misalnya, kini menjadi delik aduan dan hanya bisa diproses jika ada pengaduan langsung,” imbuhnya.
Sofyan menutup paparannya dengan menegaskan peran penting penyuluh hukum sebagai jembatan pengetahuan hukum di tengah masyarakat. “Menjadi penyuluh hukum adalah menjadi lentera di tengah gelapnya ketidaktahuan. Teruslah bersinar, karena satu cahaya bisa mengubah banyak kehidupan,” ujarnya penuh semangat.
Melalui kegiatan ini, BPSDM Hukum dan BPHN berharap tercipta pemahaman yang lebih utuh terhadap isi dan semangat KUHP baru, serta mendorong transformasi budaya hukum di Indonesia ke arah yang lebih progresif dan inklusif.