TIGA ALASAN PEMBAHARUAN KUHP

https://youtu.be/9hCvIYZ2SwE

Ada tiga alasan pembaharuan kitab undang-undang hukum pidana yang disampaikan oleh Wakil Menteri Hukum Prof. Edward Omar Sharif Hiariej. Alasan pertama yaitu KUHP lama dinilai sudah tidak mengikuti perkembangan zaman, kedua KUHP lama dinilai belum berorientasi pada hukum pidana modern dan yang ketiga diharapkan menjamin kepastian hukum.

KUHP lama yang saat ini masih berlaku dinilai tidak mengikuti perkembangan zaman karena merupakan produk kolonial yang dianggal tidak lagi relevan dengan kondisi sosial dan budaya kita saat ini. Oleh karena itu dengan hadirnya KUHP baru atau Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang mulai berlaku pada tanggal 2 januari 2026 diharapkan relevan dengan kondisi sosial, ekonomi dan budaya Indonesia Saat Ini.

Penilaian bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Kuhp) Lama BELUM berorientasi pada hukum pidana modern muncul karena KUHP lama masih bersifat retributif (balas dendam), berbeda dengan KUHP baru yang lebih mengedepankan keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif. kuhp baru juga mengakomodasi prinsip ultimum remedium (hukum pidana sebagai upaya terakhir) serta memuat ketentuan tindak pidana khusus yang lebih terperinci. 

Keadilan korektif bertujuan mengembalikan keseimbangan yang rusak akibat suatu ketidakadilan dengan mengoreksi kesalahan, keadilan restoratif fokus pada pemulihan kerugian dan rekonsiliasi antara pelaku dan korban melalui penyelesaian damai. Sedangkan keadilan rehabilitatif menekankan pada perbaikan pelaku dan pemulihan korban untuk kembali menjadi anggota masyarakat yang produktif. 

Ketiga jenis keadilan ini merupakan bagian dari pergeseran paradigma hukum pidana modern yang lebih mengutamakan kemanusiaan dan pemulihan daripada sekadar pembalasan.  Hadirnya KUHP baru diharapkan menjamin kepastian hukum dengan memperbarui sistem hukum pidana dari masa kolonial menjadi sistem yang lebih sesuai dengan nilai-nilai indonesia, mengutamakan asas legalitas, dan mengintegrasikan hukum pidana dengan peradilan pidana yang terpadu. Sehingga tercipta penegakan hukum yang konsisten, berkeadilan, dan melindungi hak warga negara. 

Asas legalitas sebagaimana yang tercantum di dalam pasal 1 ayat (1) KUHP baru atau Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Pada pasal 1 ayat (1) dikatakan tidak ada satu perbuatan pun yang dapat dikenai sanksi pidana dan/atau tindakan, kecuali atas kekuatan peraturan pidana dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan. Selain itu dalam pasal 2 KUHP baru juga mengakomodasi hukum yang hidup di masyarakat (living law) sebagai dasar pemidanaan, dan menegaskan bahwa hukum yang hidup dalam masyarakat tetap berlaku sebagai dasar pemidanaan, meskipun tidak diatur dalam undang-undang. 

Selain itu pada KUHP baru ini apabila terdapat pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hakim wajib mengutamakan keadilan. Ketentuan ini tercantum di dalam Pasal 53 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Dalam kasus pertentangan ini, hakim wajib mengutamakan keadilan agar putusan pengadilan tidak hanya bersifat kaku berdasarkan undang-undang, tetapi juga memenuhi rasa keadilan masyarakat yang lebih luas.

Kepastian hukum dan keadilan merupakan 2 (dua) tujuan hukum yang kerap kali tidak sejalan satu sama lain dan sulit dihindarkan dalam praktik hukum. Suatu peraturan perundang-undangan yang lebih banyak memenuhi tuntutan kepastian hukum maka semakin besar pula kemungkinan aspek keadilan terdesak. Peraturan perundang-undangan ini dalam praktik dapat diatasi dengan jalan memberi penafsiran atas peraturan perundang-undangan tersebut dalam penerapannya pada kejadian konkret.

Jika dalam penerapan yang konkret, terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hakim sedapat mungkin keadilan di atas kepastian hukum.

Semoga bermanfaat,

Alih Usman (Bang Ali)

Penyuluh Hukum


Cetak   E-mail

Related Articles

KADARKUM

LOMBA KADARKUM BAGIAN 1