SISWA SALAH PERLU DIDIKAN BUKAN TAMPARAN

 

https://youtu.be/i_E5nA_MN00

Bicara tentang kasus dugaan kekerasan fisik yang di duga dilakukan oleh seorang Kepala Sekolah SMAN 1 Cimarga Kabupaten Lebak Banten. Dalam Video Yang Saya Buat Sebelumnya Dengan Judul Kepala Sekolah Sman 1 Cimarga Tendang Dan Tampar Siswa Apakah Dibenarkan? Pada dasarnya saya tidak menyalahkan guru atau kepala sekolah yang menampar siswanya yang kedapatan sedang merokok, dan saya juga tidak membela siswa yang kedapatan sedang merokok di lingkungan sekolah.

Inti dari yang saya sampaikan adalah apapun alasannya kepala sekolah atau pendidik atau guru dalam mendidik siswa tidak boleh dengan cara-cara kekerasan atau main fisik, karena kekerasan tidak dibenarkan, apalagi dilakukan di satuan pendidikan, dan alhamdulillah kasusnya saat ini sudah diselesaikan secara kekeluargaan dan berakhir damai. Semoga mejadi pelajaran untuk kita semua, satuan pendidikan dan semua siswa agar mematuhi aturan yang ada.

Larangan melakukan kekerasan terhadap siswa atau anak diatur di Dalam Pasal 76 C Undang-Undang Nomor 35 Tahunn 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, terakhir diubah Dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2026 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang. Kekerasan sebagaimana dimaksud yaitu berupa kekerasan fisik, psikis, seksual dan penelantaran.

Orang tua memasukan anaknya kesekolah tentu untuk dididik, dididik disini tentu dengan cara-cara yang baik, bukan dengan cara-cara kekerasan. Kalau ada siswa yang mengadu ke orang tua kalau dirinya di tampar guru karena melakukan kesalahan, dan kemudian orang tuanya menerima perlakuan tersebut dan tidak mempermasalahkan anaknya ditampar, dipukul, atau ditendang, ya itu haknya. Sebaliknya kalau ada orang tua yang tidak terima anaknya ditampar karena kesalahannya dan kemudian melaporkannya ke pihak berwajib, itu juga haknya. Karena memang harus seperti itu prosesnya, tidak main hakim sendiri, biar nanti pihak berwajib yang melakukan penyelidikan dan penyidikan apakah ini masuk pidana atau tidak, apakah ini akan diselesaikan melalui mediasi, secara kekeluargaan, atau lanjut memalului proses hukum, biar nanti hakim yang memutuskan.

Ketika ada guru yang melakukan kekerasan terhadap siswanya, disebabkan karena siswa melakukan kesalahan, seperti menampar siswa yang kedapatan sedang merokok di dalam lingkungan sekolah, maka berdasarkan aturan hukum yang ada, tindakan kekerasan fisik berupa menampar siswa tentu tidak dibenarkan.

Siswa salah perlu didikan bukan tamparan, dan terkadang kita hanya membela salah satu pihak saja., seperti membela guru yang dianggap pada posisi yang benar dengan alih alih penamparan itu bagian dari mendidik siswa, padahal apapun alasannya kekerasan tidak boleh dilakukan, apalagi dilakukan oleh seorang guru yang seharusnya memberikan perlindungan terhadap siswanya dari tindak kekerasan di lingkungan satuan pendidikan,bukan justru menjadi pelaku kekerasan.

Selain itu guru juga harus menjadi teladan bagi siswanya. Dalam kasus ini mungkin siswa salah karena merokok di dalam lingkungan sekolah, melanggar peraturan sekolah, namun jangan jadikan kesalahan siswa sebagai alasan untuk guru berbuat sewenang wenang dalam mendidik siswa. Semua tentu ada aturannya. Siswa harus mematuhi peraturan dan tata tertib sekolah, menghormati guru dan menghormati siswa lainnya. Jika siswa melanggar peraturan sekolah maka gunakan sanksi sesuai peraturan sekolah, bukan dengan main hakim dan sewenang wenang.

Saya ingin mencoba membuka pikiran kita, tanpa memihak atau membela siapapun, dengan mengingat filosofi yang mengatakan “guru digugu dan ditiru” yang berarti guru harus dipercayai dan diikuti ucapannya, serta diteladani sikap dan perbuatannya. Kalau guru dalam mendidik siswa dengan cara-cara kekerasan, tentu cara ini tidak untuk diteladani atau ditiru siswa.

Perlu diketahui bahwa kekerasan yang terjadi di dalam satuan pendidikan tidak hanya dilakukan oleh pendidik atau guru terhadap siswanya, akan tetapi ada juga siswa yang melakukan kekerasan terhadap gurunya, siswa melakukan kekerasan terhadap siswa lainnya, dan ada juga wali murid yang melakukan kekerasan terhadap pendidik/guru karena tidak terima atas tindakan yang dilakukan terhadap anaknya. Dan tentu semua ini ada konsekwensi hukumnya.

Ketika ada orang tua tidak terima anaknya ditampar dan kemudian melaporkannya ke pihak berwajib, menurut saya berarti orang tua ini tahu hukum, dia tidak main hakim sendiri, akan tetapi dia menyerahkan dan menyelesaikannya melalui proses hukum, dan menurut saya ini sah sah saja. Ingat disini saya tidak menyalahkan guru dan juga tidak membela siswa yang kedapatan merokok disekolah. Saya hanya menyampaikan aturan hukum bahwa yang menjadi permasalahan dan perlu digarisbawahi itu adalah tindakan kekerasannya, bukan maksud atau niat baik gurunya.

Ketika ada siswa yang dianggap bermasalah, seperti merokok dalam lingkungan sekolah maka disinilah tugas guru untuk mendidik, membimbing, mengarahkan siswa agar tidak melakukan hal-hal yang tidak baik dan mematuhi peraturan disekolah. Tugas guru ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru. Dalam pasal 1 angka 1 guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Inilah yang dikatakan sebagai guru.

Perlu diingat kekerasan bukanlah bagian dari cara mendidik, tapi lebih kepada tindakan agresif yang berakibat menimbulkan dampak negatif baik bagi pelaku, korban maupun lingkungan sekolah. Guru harus bagaimana menangani siswa yang bermasalah, karena saat ini guru jadi serba salah dalam memberikan tindakan kepada siswa yang bermasalah. Menurut saya kenapa guru harus serba salah, semua ada aturannya, kalau guru bekerja berdasarkan aturan, saya rasa guru tidak akan serba salah dalam mendidik siswa. Pada dasarnya guru diberikan kebebasan dalam memberikan sanksi terhadap siswa yang dianggap bermasalah.

Ketentuan Ini Diatur Di Dalam Pasal 39 Ayat (1) Dan Ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008   Tentang Guru Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 Tentang Guru. Pada Pasal 39 ayat (1) dikatakan ‘guru memiliki kebebasan memberikan sanksi kepada peserta didiknya yang melanggar norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang berada di bawah kewenangannya.

Pada ayat (2) dikatakan ”sanksi sebagaimana dimaksud dapat berupa teguran dan/atau peringatan, baik lisan maupun tulisan, serta hukuman yang bersifat mendidik sesuai dengan kaedah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan. Jadi jelas yang paling harus di garis bawahi adalah hukuman yang diberikan kepada siswa adalah hukuman yang bersifat mendidik. Jadi yang menjadi masalah dalam kasus kepala sekolah menampar siswa yang kedapatan sedang merokok adalah tindakan kekerasannya, bukan maksud atau niat baik gurunya. Mungkin niat atau maksud dari kepala sekola ini bagus, baik untuk mendidik siswa, tapi hanya saja caranya yang salah. Ingat apapun alasannya kekerasan terhadap anak dilarang.

Selain itu perlu diketahui juga bahwa berdasarkan Pasal 41 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008   Tentang Guru Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 Tentang Guru, bahwa guru juga berhak mendapatkan perlindungan hukum dari tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil dari pihak peserta didik, orang tua peserta didik, masyarakat, birokrasi, atau pihak lain. Selain itu juga ada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, Dan Teknologi Nomor 46 Tahun 2023 Tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Di Lingkungan Satuan Pendidikan.

Peraturan ini dibuat dengan salah satu pertimbangan untuk memberikan perlindungan dari kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan, pencegahan dan penanganan kekerasan yang mempertimbangkan hak peserta didik dalam memperoleh lingkungan satuan pendidikan yang ramah, aman, nyaman, dan menyenangkan bagi peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, dan warga satuan pendidikan lainnya.

Semoga bermanfaat,

Alih Usman (Bang Ali)

Penyuluh Hukum


Cetak   E-mail

Related Articles

KADARKUM

LOMBA KADARKUM BAGIAN 1