Tangerang — Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum (BPSDM Hukum), Gusti Ayu Putu Suwardani, memberikan kuliah umum kepada para taruna Politeknik Pengayoman Indonesia (Poltekpin) mengenai penerapan diversi pada tahap penyidikan dalam sistem peradilan pidana anak dan menjadi bagian dari penguatan kompetensi taruna dalam pendekatan keadilan restoratif. Kegiatan ini berlangsung di Kampus Poltekpin, Tangerang, Rabu (30/04)
Dalam paparannya, Suwardani menekankan bahwa diversi bukan sekadar alternatif penyelesaian perkara, melainkan bentuk nyata perlindungan negara terhadap hak anak.
“Diversi adalah instrumen penting untuk memastikan anak tidak langsung berhadapan dengan sistem peradilan yang represif, melainkan diarahkan pada pemulihan dan tanggung jawab sosial,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak, setiap penyidik, penuntut umum, dan hakim diwajibkan mengupayakan diversi terhadap anak yang melakukan tindak pidana, selama ancaman hukumannya di bawah tujuh tahun dan bukan merupakan residivis.
Lebih lanjut, Gusti Ayu memaparkan tata cara pelaksanaan diversi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015. Proses ini, kata dia, dilakukan melalui musyawarah yang melibatkan anak, orang tua, korban, pembimbing kemasyarakatan, serta pekerja sosial profesional.
"Pendekatan restoratif menjadi jantung dari KUHP baru, karena mengedepankan pemulihan relasi sosial dan penghindaran stigma terhadap anak," tambahnya.
Para taruna menyimak dengan antusias materi yang disampaikan, yang tidak hanya berbobot akademik tetapi juga membumi dengan berbagai contoh kasus nyata. Dalam sesi tanya jawab, diskusi mengerucut pada tantangan koordinasi lintas lembaga dalam implementasi diversi di lapangan.
Kepala BPSDM Hukum berharap kuliah umum ini menjadi bekal penting bagi para calon aparatur penegak hukum untuk mengedepankan pendekatan humanis dan berperspektif anak dalam praktik kerja mereka di masa depan.